33.1 C
Jakarta

Wacana Proporsional Tertutup, Nasim Khan: Hak rakyat Diamputasi

JAKARTA – Wabendum DPP PKB, Nasim Khan menegaskan partainya secara tegas menolak dilakukannya sistem pemilu proporsional tertutup. Menurutnya sistem pemilu proporsional tertutup merupakan bentuk pengkhianatan terhadap sistem demokrasi.

Nasim memandang sistem pemilu proporsional tertutup hanya akan membawa dampak negatif pada kemajuan sistem demokrasi yang sudah dibangun Indonesia.

Indonesia termasuk negara yang menganut sistem pemilihan langsung. Terutama, dalam pemilihan presiden dan kepala daerah, juga pemilihan legislatif yang semua diatur dalam UUD 1945. Itu pula yang jadi dasar Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 yang secara jelas mendukung penerapan proporsional terbuka di Pileg 2009.

Selain itu, lanjut Nasim keputusan tersebut juga membuat rakyat tidak memiliki kesempatan untuk bisa mengenal atau paling tidak mengetahui wakil rakyatnya secara langsung. Berbeda dengan pemilu terbuka yang bisa membuat publik menilai secara langsung wakil yang mereka pilih.

“Siapa pun yang mendorong sistem pemilu tertutup berarti termasuk pihak yang ingin merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun dengan susah payah di negeri ini. Karena jelas sistem tersebut adalah pengkhianatan terhadap demokrasi. Rakyat Indonesia sudah cerdas berpolitik. Wacana itu pasti akan ditolak,” kata Nasim Khan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/1/2023).

Tak hanya itu, lanjut Nashim, sistem pemilu proporsional tertutup juga membuat hak konstitusional seorang calon legislatif (caleg) tak bisa terpenuhi. Misalnya caleg tidak bisa menunjukkan kualitas dirinya kepada pemilih.

“Dengan menjadikan pemilu tertutup, hak mereka berarti telah diamputasi. Ini jelas pelanggaran,” jelasnya.

Nasim menambahkan, sistem pemilu proporsional tertutup akan membuat calon legislatif mendapatkan nomor urut yang ditentukan partai. Calon-calon yang bertarung di Pileg tidak bisa membuat dirinya mandiri, sebaliknya terkesan diatur-atur partai.

“Padahal bukan itu tujuan demokrasi. Sistem demokrasi membuka ruang untuk semua putra-putri terbaik bangsa mengeksplorasi kapasitasnya hingga batas maksimal, untuk mengabdi bagi kemajuan Indonesia bukan mengabdi untuk partai,” ungkap Nasim.

Sementara itu, berkaitan dengan anggapan sistem pemilu proporsional tertutup lebih menghemat biaya dibandingkan sistem terbuka, karena desain surat suara dibuat sederhana serta sama di berbagai daerah menurutnya itu merupakan alasan yang dipaksakan.

Jika negara ingin benar-benar mau menghemat, jelas Nasim, caranya bukan dengan mengorbankan sistem demokrasi yang sudah berjalan selama ini. Ada cara lain yang mestinya dilakukan pemerintah agar bisa menghemat anggaran.

“Sistem yang berkualitas harus disiapkan secara matang dan tidak amburadul. Dampak manfaat dari sistem proporsional tertutup menunjukkan kemunduran demokrasi yang akan berimplikasi terhadap kemajuan bangsa ini di masa depan. Tidak ada lagi wacana kritis dan atau hak individu untuk menggugat hasil-hasil pemilu karena semua mekanisme pengaduan sudah diamputasi sejak dini,” jelasnya.

Sebagai informasi wacana pelaksanaan pemilu secara tertutup mendapat penolakan keras dari delapan Fraksi di DPR. Delapan fraksi yang menentang pemilu tertutup antara lain; fraksi PKB, Demokrat, PKS, PAN, Gerindra, Golkar, Nasdem & PPP.

Berita Terbaru

Populer

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here