27.3 C
Jakarta

Golkar Dinilai Punya Posisi Strategis di Pemilu 2024

JAKARTA – Partai Golkar dinilai memiliki posisi strategis sebagai penentu dalam perhelatan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024. Hal itu karena modal sebagai partai yang menempati posisi ketiga besar di Pemilu 2019.

“Golkar sekarang ini mendekati posisi yang strategis dilirik oleh parpol lain yang mengusung calon presidennya. Itu Golkar-nya bukan Airlangga,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti dalam diskusi Titik Temu yang diselenggarakan RKN Media baru-baru ini.

Dengan demikian, kata Ray, terdapat pemisahan dalam menyikapi Partai
Golkar. Apalagi, dalam sebuah survei menyebut hampir mayoritas orang Golkar belum tentu memilih Airlangga sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.

“Sebagai calon wakil presiden Airlangga hanya dia angka 2 persen. Mungkin sebagian orang Golkar atau pemilih Golkar sendiri tidak memilih Airlangga,” ujarnya.

Tetapi, menurut Ray, yang patut dicermati adalah Golkar sebagai partai berlabuh di antara koalisi partai pengusung calon presiden. Baik ke koaliisi parpol pengusung Prabowo Subianto ataupun Ganjar Pranowo.

“Itu ada atau nggak ada Airlangga di dalamnya. Itu yang saya sebut bedakan Golkar dengan Airlangganya,” ucapnya.

Ray mengungkapkan kehadiaran Airlangga jika menjadi calon presiden
juga tidak menaikkan elektabilitas Partai Golkar. Menurutnya, yang paling mungkin Airlangga dipasangkan dengan Anies Baswedan.

“Misalnya Anies Baswedan tidak terlalu berminat dengan AHY ada Airlangga sebagai pengganti yang notabene secara partai lebih kuat Partai Golkar
dibandingakn Partai Demokrat,” terangnya.

Sedangkan mantan Anggota DPR fraksi Partai Golkar Poempida Hidayatullah mengungkapkan Partai Golkar merupakan kekuatan politik yang berada di tengah dan dapat menjadi penyeimbang dalam perpolitikan nasional.

“Jadi pendulumnya kemana berat kemana itulah dimana Golkar akan berlabuh akan docking di situ,” kata Poempida.

Kata Poempida, banyak kekuatan politik yang ingin Golkar bergabung. Bukan tidak mungkin ada pihak yang ingin menguasai Partai Golkar.

“Karena mungkin pimpinannya ini nggak bisa dipegang, dikontrol atau nggak bisa diatur misalnya gitu,” ujarnya.

Dengan kondisi ini, menurut Poempida, ada upaya membelah Partai Golkar. Pembaelahan itu dapat dilakukan dari dalam maupun dari luar partai berlambang beringin tersebut.

“Jadi memang cocok untuk dibelah,
kira-kira seperti itu,” kata dia.

Menanggapi hal itu, Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG)
Sirajuddin Abdul Wahab mengatakan, pembelahan Partai Golkar terjadi
tidak hanya saat ini saja. Sebelumnya, Partai Golkar juga sempat dibelah saat periode Presiden SBY.

Saat digelar MUnas Ancol, Abu Rizal
Bakrie terpilih kembali menjadi ketua umum Partai Golkar.

“Instrumen lahirnya Munas Ancol karena instrumen istana yang bermain. Jadi itu pembelahan Golkar nampak dan ada dari luar,” kata Sirajuddin.

Namun, pola yang sama dilakukan pada periode Presiden Jokowi saat ini. Beredar sejumlah nama yang didapuk menjadi ketua umum Partai Golkar.

Seperti Luhut Binsar Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia. Kedua nama itu
berasal dari dalam lingkaran istana.

“LBP dan Bahlil ini kan ibarat
kopi ini 2 in 1 saja atau dua dalam satu, kan gitu,” katanya.

Sirajuddin mempertanyakan upaya pembelahan Partai Golkar ini terjadi
menjelang Pilpres. Dimana isu Munaslub Golkar semakin kencang.

“Ini kalau kita lihat lebih dalam lagi karena perilaku ketua umum hari ini
yang tidak jelas jenis kelaminnya mau mendukung capres mana. Ini
menjadi problem,” ucapnya.

Berita Terbaru

Populer

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here